SEMIOTIKA BAB III
AART VAN
ZOEST
Aart van Zoest (1978) dengan mengutip pendapat
Pierce yang membagi keberadaan menjadi tiga kategori : Firstness, Secondness
dan Thirdness, membagi tanda berdasarkan ground dari tanda-tanda tersebut
sebagai berikut : (1) Qualisign, (2) Sinsign, dan (3) Legisigns. Awalan kata
Quali- berasal dari kata “quality”, Sin- dari “singular”, dan Legi- dari “lex”
(wet/hukum).
Qualisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan sifatnya. Misalnya sifat
warna merah adalah qualisign, karena dapat dipakai tanda untuk menunjuk-kan
cinta, bahaya, atau larangan.
Sinsign (singular sign) adalah tanda-tanda yang menjadi tanda berdasarkan bentuk
atau rupanya di dalam kenyataan. Semua ucapan yang bersifat individual bisa
merupakan sinsign. Misalnya suatu jeritan, dapat berarti heran, senang, atau
kesakitan. Seseorang dapat dikenali dari caranya berjalan, caranya tertawa,
nada suara dan caranya berdehem. Kesemuanya itu adalah sinsign. Suatu metafora
walaupun hanya sekali dipakai dapat menjadi sinsign. Setiap sinsign mengandung
sifat sehingga juga mengandung qualisign. Sinsign dapat berupa tanda tanpa
berdasarkan kode.
Legisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan suatu peraturan yang berlaku
umum, suatu konvensi, suatu kode. Semua tanda-tanda bahasa adalah legisign,
sebab bahasa adalah kode, setiap legisign mengandung di dalamnya suatu sinsign,
suatu second yang menghubungkan dengan third, yakni suatu peraturan yang
berlaku umum, maka legisign sendiri adalah suatu thirdness.
Menurut Aart Van Zoest, adanya tanda ditentukan oleh 3 (tiga) elemen, yaitu
: (1) tanda yang dapat dilihat atau tanda itu sendiri, (2) sesuatu yang
ditunjukkan atau diwakili oleh tanda, (3) tanda lain dalam pikiran penerima
tanda. Di antara tanda dan yang diwakilinya ada sesuatu hubungan yang
menunjukkan representatif yang akan mengarahkan pikiran kepada suatu
interpretasi.
Hal ini menunjukkan representasi dan interpretasi merupakan karakteristik
tanda. Tanda mempunyai arti langsung dari suatu tanda yang telah diketahui
bersama atau yang menjadi pengertian bersama yang disebut denotasi. Sedangkan
pengertian tak langsung atau arti ke 2 dari denotasi tadi disebut konotasi.
Tanda yang diberi arti sepihak oleh penerima disebut symptom, dengan demikian
artinya konotatif. Pengertian symptom sendiri adalah jika suatu tanda tidak
dimaksudkan tanda oleh pengirim tanda.
Selanjutnya menurut Aart van Zoest, studi
semiotika dibagi menjadi 3 (tiga) daerah kerja, yaitu : (1) Semiotik Sintaksis,
studi tanda yang dipusatkan pada penggolongannya, dan hubungan dengan
tanda-tanda yang lain caranya berkerja sama dalam menjalankan fungsinya. Namun
semiotik sintaksis tidak hanya dibatasi mempelajari hubungan antara tanda di
dalam sistem tanda yang sama, melainkan juga mempelajari tanda dalam sistem
lain yang menunjukkan kerjasama. Misalnya dalam film, antara gambar dan
kata-kata, pada dasarnya berasal dari sistem tanda yang berbeda, tetapi bekerja
sama. (2) Semiotik semantik, penyelidikannya diarahkan untuk mempelajari
hubungan di antara tanda dan acuannya (denotasi), serta interprestasi yang
dihasilkan. (3) Semiotik Pragmatik, penyelidikannya diarahkan untuk mempelajari
hubungan di antara tanda dan pemakai tanda Dengan adanya tiga tataran tersebut,
maka akan semakin lengkap usaha untuk mempelajari ‘gramatika’ sistem semiotika
tertentu. Perbedaan yang paling penting dalam taraf pragmatik adalah di antara
symptom-symptom dan signal-signal. yang dimaksud dengan symptom adalah bila
suatu tanda tidak dimaksudkan oleh pengirim tanda sebagai tanda. Sedangkan
signal adalah suatu tanda yang memang dimaksudkan oleh pengirim tanda sebagai
tanda. Dalam signal ada aspek repretentatifnya, ada denotasi tertentu, berbeda
dengan symptom yang tidak memiliki denotasi tertentu yang sengaja diberikan.
Pada situasi komunikasi, perhatian pertama ditujukan kepada signal, namun dalam
situasi demikian bisa juga muncul symptom-symptom yang tidak disengaja. Menurut
Aart van Zoest, justru terkadang symptom memiliki kekuatan kebenaran yang lebih
jika dibanding dengan signal, karena signal dapat berbohong, sedangkan symptom
tidak
FERDINAND DE SAUSSURE
Menurut
Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau
penanda, dan gagasan-gagasan dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified.
Dalam
berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek
dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure
disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan
interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure
memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan
dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier)
dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified).
Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak
dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006).
BAUDRILLARD
Baudrillard
memperkenalkan teori simulasi. Di mana peristiwa yang tampil tidak mempunyai
asal-usul yang jelas, tidak merujuk pada realitas yang sudah ada, tidak
mempunyai sumber otoritas yang diketahui. Konsekuensinya, kata Baudrillard,
kita hidup dalam apa yang disebutnya hiperrealitas (hyper-reality). Segala
sesuatu merupakan tiruan, tepatnya tiruan dari tiruan, dan yang palsu tampaknya
lebih nyata dari kenyataannya (Sobur, 2006).
Sebuah
iklan menampilkan seorang pria lemah yang kemudian menenggak sebutir pil
multivitamin, seketika pria tersebut memiliki energi yang luar biasa, mampu
mengerek sebuah truk, tentu hanya ‘mengada-ada’. Karena, mana mungkin hanya
karena sebutir pil seseorang dapat berubah kuat luar biasa. Padahal iklan
tersebut hanya ingin menyampaikan pesan produk sebagai multivitamin yang
memberi asupan energi tambahan untuk beraktivitas sehari-hari agar tidak mudah
capek. Namun, cerita iklan dibuat ‘luar biasa’ agar konsumen percaya. Inilah
tipuan realitas atau hiperealitas yang merupakan hasil konstruksi pembuat
iklan. Barangkali kita masih teringat dengan pengalaman masa kecil (entah
sekarang masih ada atau sudah lenyap) di pasar-pasar tradisional melihat
atraksi seorang penjual obat yang memamerkan hiburan sulap kemudian mendemokan
khasiat obat di hadapan penonton? Padahal sesungguhnya atraksi tersebut telah
‘direkayasa’ agar terlihat benar-benar manjur di hadapan penonton dan penonton
tertarik untuk beramai-ramai membeli obatnya.
Macam-macam Semiotik
Ada 9 macam semiotik yang kita ketahui :
Ada 9 macam semiotik yang kita ketahui :
·
Semiotik Analitik
Semiotik analitik
adalah semiotik yang menganalisis sistem tanda ·
Semiotik Deskriptif
Semiotik Deskriptif
Semiotik
deskriptif adalah semiotk yang memeperhatikan sistem tanda yang adapat kita
alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang
disaksiskan sekarang.
· Semiotik Faunal (Zoo semiotic)
· Semiotik Faunal (Zoo semiotic)
Semiotik Faunal
adalah semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh
hewan
·
Semiotik Kultural
Semiotik kultural
adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan
masyarakat tertentu.
·
Semiotik Naratif
Semiotik Naratif
adalah semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan
cerita lisan (Folkkore)
·
Semiotik Natural
Semiotik natural
adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.
·
Semiotik Normatif
Semiotik normatif
adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang di buat oleh manusia
yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas.
·
Semiotik Sosial
Semiotik sosial
adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia
yang berupa lambang.
·
Semiotik Struktural
Semiotik struktural adalah semiotik yang khusus
menelaah sistem tanda yag dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
B.REFERENSI
1.EBook makalah-semiotika